MENGURAI BENANG KUSUT DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK
Oleh: Antoni Tampubolon*
Kongesti
(kemacetan) menuju dan ke Pelabuhan Tanjung Priok semakin parah dalam sejak
minggu lalu (10-19Juli 2013) . Ketua APINDO , Bapak Sofyan Wanandi, mengklaim
kerugian miliyaran rupiah dialami para pengusaha akibat kemacetan tersebut . Para Pengusaha Truck Trailer , melalui pernyataan Ketua Asosiasi Angsuspel (Angkutan
Khusus Pelabuhan), Gemilang Tarigan, yang dikutip dari berita mengklaim kerugian akibat kemacetan tersebut sebesar
Rp. 9 Miliar per hari.
Pertanyaan
utama adalah apa penyebab kemacetan tersebut ?
Berdasarkan
data statistik arus container yang keluar masuk di pelabuhan Tanjung Priok,
mengalami peningkatan setiap tahun, yaitu : Tahun 2011: 5.9 juta teus, Tahun 2012: 6.4 Juta teus sedangkan Tahun
2013 diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 26%, menjadi : 8 juta teus.
Sedangkan, kapasitas pelabuhan Tanjung Priok hanya mampu menampung 7 juta teus
per tahun. Jumlah arus container yang masuk
dan keluar sudah melebihi kapasitas pelabuhan Tanjung Priok saat ini. Fakta ini didukung oleh tingkat isian
lapangan penumpukan (YOR) sudah melebihi 100%.
Dampak yang terjadi akibat kelebihan kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok
adalah terjadi kongesti (kemacetan) di Pelabuhan Tanjung Priok , sesuai dengan
pernyataan dari Ketua Komite Tetap
Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik Kadin Irwan Ardi Hasman dikutip dari salah
satu berita online.
Permasalahan lain penyebab kemacetan adalah waktu
bongkar muat kapal (dwelling time) .
Standar dwelling time yang ditetapkan oleh pemerintah adalah 3 (hari), tetapi
fakta yang terjadi saat ini adalah : 8.7
hari. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa kecewa masalah waktu
tunggu bongkar muat kapal (dwelling time) belum terselesaikan,
sehingga menyebabkan banyak kontainer yang tertahan di pelabuhan Tanjung Priok
(dikutip dari berita online dari Republika). Akibat dari dwelling time yang lama adalah jumlah arus container yang keluar
dari pelabuhan Tanjung Priok tidak
sebanding dengan kapasitas lapangan penumpukan yang tersedia. Jumlah container yang menumpuk (tertahan) di
pelabuhan Tanjung Priok semakin banyak. Semakin lama dwelling time maka semakin tinggi tingkat isian lapangan container
(baca : Tingkat YOR), sehingga berdampak terhadap kongesti di pelabuhan Tanjung
Priok.
Apa penyebab arus keluar peti kemas dari Tanjung
Priok lambat ?
1. Tingkat penyelesaian dokumen (clearance) surat perintah pengeluaran
barang (SPBB) oleh instansi Bea dan Cukai di Pelabuhan Tanjung Priok masih
rendah. Tingkat penyelesaian terhadap
peti kemas impor kategori jalur merah
di Jakarta Internasional Container Terminal dan Terminal Peti Kemas Koja yang
sudah periksa fisik (bahandle) pada hari yang sama masih rendah, hanya : 18—22%
dari total peti kemas yang diperiksa setiap hari. Pemilik barang harus menunggu
4 hari hingga mendapatkan SPPB. Kegiatan pemeriksa fisik dilokasi bahandle memakan waktu 4-6 hari. Proses untuk
mendapatkan petugas pemeriksa dan pencarian peti kemas yang di bahandle memakan
waktu rata-rata-3-5 hari ( Bisnis Indonesia:
Laju Clearance Dokumen Masih Rendah). Total waktu yang dibutuhkan agar
barang kategori jalur merah sejak barang tiba hingga keluar rata-rata memakan waktu : 10-14 hari. Penyebab
lamanya pengeluaran barang oleh Kepala Kantor Pelayanan Umum Bea Cukai Tanjung Priok, B.
Wijayanta, disebabkan karena tiga hal : satu: lamanya pengurusan perijanan larangan dan pembatasan (lartas)
dari instansi terkait, kedua: pemeriksaan
bea cukai yang masih lama untuk barang impor yang masuk jalur merah dan ketiga
: belum optimalnya pemanfaatan
layanan 24 jam setiap hari dalam pengurusan ekspor dan impor
2.
Terbatasnya
fasilitas lapangan behandle dan
minimnya jumlah petugas pemeriksa
yang disiapkan oleh Bea dan Cukai pelabuhan setempat, di tenggarai sebagai
penyebab terlantarnya peti kemas impor tersebut. “Saat ini pelayanan behandle
bisa memakan waktu lebih dari sepuluh hari, bahkan ada yang mengadukan hingga
lebih 14 hari peti kemasnya yang masuk jalur merah belum juga di lakukan
pemeriksaan fisik,” ujar Widijanto, Wakil Ketua bidang Kepabeanan dan
Perdagangan Ekspor Impor Alfi DKI Jakarta, kepada Bisnis, hari ini, Senin
(18/2/2013).
3.
Kapasitas jalan dan
pelabuhan sudah tidak memadai lagi untuk menampung arus barang. Sementara itu,
menjelang Lebaran terus terjadi peningkatan aktivitas bongkar muat kontainer,
yakni dari rata-rata 4.500-5.000 truk menjadi sekitar 6.000 truk.
4.
Salah
satu faktor yang membuat kemacetan semakin sering terjadi adalah pembangunan
infrastruktur jalan raya yang saat ini berlangsung di sekitar Pelabuhan Tanjung
Priok. Arus keluar masuk di Terminal JICT, yang merupakan terminal peti kemas
terbesar di Pelabuhan Tanjung Priok, sepanjang periode Januari hingga Maret
rata-rata sebanyak 320 truk per jam. Namun, ketika kemacetan terjadi di
jalan-jalan sekitar pelabuhan, arus keluar masuk truk menurun signifikan
menjadi rata-rata 280 truk per jam.
5.
Kesiapan
alat bongkar muat . Waktu penarikan juga dipengaruhi oleh kesiapan sarana rubber tyred gantry crane (RTGC)/reach stacker dan truk serta ketersediaan lahan di
tempat pemeriksaan fisik (TPF), baik di TPS maupun tempat pemeriksaan fisik
terpadu (TPFT).
6.
Pemberlakuan
e-ticketing untuk setiap truck yang masuk kepelabuhan, jika sudah habis masa
berlakunya tidak boleh masuk pelabuhan (autogate
system)
7.
Biaya penyimpanan container di Tanjung Priok murah. Menteri Keuangan
Chatib Basri menilai biaya penyimpanan
barang di pelabuhan Tanjung
Priok saat ini terlalu murah. Akibatnya,
banyak importir yang menyimpan barang lebih lama dari kewajaran. Biaya penyimpanan container : Rp.
22.500/hari.
Penyebab-penyebab diatas diduga menjadi titik-titik
sumber arus container dari pelabuhan Tanjung Priok tidak
bisa keluar dengan lancar dari pelabuhan. Dampak dari kapasitas pelabuhan yang tidak
memadai, dan arus
container yang keluar dari pelabuhan Tanjung Priok terhambat,
adalah sudah sampai menimbulkan kongesti
kapal untuk sandar di Pelabuhan
Tanjung Priok. Puluhan kapal antri sandar di pelabuhan Tanjung Priok (Bisnis
Indonesia, 18 Juli 2013).
Pemerintah
telah melakukan beberapa tindakan/solusi untuk mengatasi kemacetan tersebut
yaitu: Memindahkan 4.000 peti kemas yang telah SPPB, keluar dari pelabuhan
Tanjung Priok, Pemberdayaan areal penumpukan peti kemas di pelabuhan Tanjung
Priok (solusi jangka pendek),
Pembangunan Kali baru (New Tanjung Priok Port) dengan penambahan kapasitas
4.5juta Teus, diharapkan beroperasi tahun 2014 (solusi jangka panjang).
Berdasarkan uraian tentang penyebab kongesti di
Pelabuhan Tanjung Priok (baca: kemacetan) tersebut, maka disimpulkan sebagai
berikut :
Penyebab kongesti dibagi tiga :
1.
Arus keluar
peti kemas dari pelabuhan Tanjung Priok
(out port process )
2.
Kapasitas
pelabuhan Tanjung Priok (on port process )
3.
Arus masuk
dan keluar peti kemas ( kegiatan ekspor impor) tinggi (in port process)
Dalam mengurai kongesti tersebut, pemerintah dan para stakeholder di
pelabuhan harus duduk bersama-sama dalam memecahkan masalah tersebut dengan memberikan solusi jangka pendek, menengah dan jang jangka panjang, tanpa
saling menyalahkan atau menuding pihak lain sebagai penyebab masalah tersebut.
Jika tidak, kongesti di pelabuhan Tanjung Priok akan semakin parah .
Jakarta, 22 Juli 2013
* Praktisi logistik dan Pengajar di Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Ekspor Indonesia PPEI) dan INFA
INSTITUTE.