Kamis, 27 Februari 2014

PMK 176 TAHUN 2013_Fasilitas KITE


Pokok-Pokok Perubahan  Yang  Diatur Dalam PMK 176 Tahun 2013

Kementerian Keuangan telah menerbitkan peraturan Nomor : 176/PMK.04/2013  yang merupakan perubahan dari  PMK 254/PMK.04/2011 tentang :  Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, dirakit atu Dipasang Pada Barang Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 176/PMK.04/2013 , selanjutnya disingkat dengan PMK 176 , sedangkan PMK 254/PMK.04/2011, selanjutunya disingkat dengan PMK 254 . Peraturan ini sering disebut peraturan tentang fasilitas KITE (Kemudahan impor Tujuan Ekspor). PMK 176 tersebut akan berlaku sejak tanggal 6 Maret 2104.
Pertanyaan : Apakah ketentuan-ketentuan dari PMK 176  yang dirubah dari PMK 254 tersebut ?
Pokok-pokok perubahan yang diatur dalam PMK 176  adalah sebagai berikut :
1.      Pembebasan adalah  bukan hanya pembebasan bea masuk  tetapi  Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. (Pasal 1 ayat 3).
2.      Atas pengeluaran Bahan Baku dalam rangka subkontrak oleh Perusahaan kepada badan usaha penerima subkontrak dan pemasukan kembali hasil pekerjaan subkontrak ke Perusahaan, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (pasal 2 ayat 1a)
3.      persetujuan atau penolakan atas permohonan  NIPER menjadi lebih cepat dari 45 (empat
4.      puluh lima) hari kerja  menjadi 30 (tiga puluh hari )- Pasal 3 ayat 6
5.      Perusahaan NIPER tidak perlu lagi mengajukan permohonan pembebasan (untuk mendapatkan SK Pembebasan). Hanya sekali .
6.      Jangka waktu periode pembebasan dapat diperpanjang dengan memperhatikan factor : dalam hal terdapat penundaan ekspor dari pembeli di luar negeri; terdapat pembatalan ekspor atau penggantian pembeli di luar negeri; dan/atau terdapat kondisi force majeure, seperti:
peperangan, bencana alam, atau kebakaran; 2. bencana lainnya yang dinyatakan oleh instansi
yang berwenang
7.      Perusahaan dapat melakukan Impor Bahan Baku dari:
a. luar daerah pabean;b. Gudang Berikat; c. Kawasan Berikat;d. Kawasan Bebas yang dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas; dan/atau e. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah (Mempertegas tentang asal  impor bahan Baku)
8.      Perusahaan harus mengajukan dokumen pemberitahuan pabean impor dengan mencantumkan
NIPER PERUSAHAAN   bukan nomor keputusan mengenai Pembebasan pada kolom pemenuhan persyaratan /fasilitas Impor
9.      Jaminan yang diserahkan adalah sebesar bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Bahan Baku sebagaimana diberitahukan dalam pemberitahuan pabean Impor, BUKAN HANYA Jaminan Bea Masuk saja.
10.  Jaminan dapat berupa jaminan perusahaan (corporate guarantee) dengan syarat dan ketentuan tertentu
11.  Perusahaan dapat melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi yang tercantum di NIPER :
a.       Mengajukan permohonan dan persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap
b.      Menyampaikan pemberitahuan epada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum kegiatan pembongkaran dan/atau penimbunan, dalam hal Perusahaan termasuk Authorized Economic Operator, berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas atau importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas
12.  Dalam hal subkontrak dilakukan oleh badan usaha yang tidak tercantum dalam NIPER Pembebasan, Perusahaan harus terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada
Kepala Kantor Wilayah atau KPU untuk mendapatkan izin. Jangka waktu jawaban
berupa persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. (sebelumnya 15 hari)
13.   Hasil Produksi dapat diserahkan kepada perusahaan lain dalam rangka ekspor barang gabungan dan dapat dijadikan sebagai penyelesaian atas Bahan Baku (Pasal 15 ayat 2)
14.  Perusahaan dibebaskan dari kewajiban bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan sanksi administrasi atas
Bahan Baku, barang dalam proses, dan Hasil Produksi yang belum dipertanggungjawabkan, dalam hal terjadi keadaan force majeure, dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri.
15.  Perusahaan wajib mempertanggungjawabkan Bahan Baku dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode Pembebasan, peraturan sebelumnya laporan pertanggungjawaban secara berkala paling lama 6 (enam) bulan sekali selama dalam periode Pembebasan
16.  Perusahaan yang telah menerima fasilitas Pembebasan, dapat memanfaatkan fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat, sepanjang lokasinya berbeda.


Sumber :
(Diolah dari  PMK Nomor : 176/PMK.04/2013  yang merupakan perubahan dari PMK 254 tahun 2011 tentang :  Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, dirakit atu Dipasang Pada Barang Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor )
@rumaheksporimpor.blogspot.com





PROSEDUR MENDAPATKAN FASILITAS KITE

PROSEDUR MENDAPATKAN FASILITAS KITE  ?

Pemerintah  Indonesia melalui Kementerian Keuangan   (Direktorat Bea dan Cukai ) memberikan fasilitas fiskal   atas Impor Bahan Baku untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. Fasilitas fiskal yang diberikan adalah fasilitas kepabeanan yaitu pembebasan bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah  atas Impor Bahan Baku untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor (baca: tidak dipungut). Fasilitas Kepabeanan ini dikenal dan sering disebut sebagai Fasilitas KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor).


Bagaimana prosedur untuk mendapatkan fasilitas KITE tersebut ?

Tahap pertama  : Mengajukan Permohonan NIPER
Perusahaan  dapat memperoleh Nomor Induk Perusahaan Pembebasan yang selanjutnya disebut NIPER Pembebasan dengan mengajukan permohonan NIPER ke  Kepala Kantor Wilayah atau KPU (Kantor Pelayanan Utama)  Bea dan Cukai  yang memiliki wilayah kerja yang mengawasi lokasi pabrik  badan usaha yang bersangkutan dengan dengan melampirkan pembuktian kriteria dan persyaratan dalam bentuk soft copy berupa hasil scan dari dokumen asli dalam media penyimpan data elekronik, tapi dalam  hal diperlukan, Kepala Kantor Wilayah atau KPU dapt meminta hard copy dokumen pembuktian kriteria dan persyaratan tersebut.

KRITERIA dan PERSYARATAN  memperoleh NIPER  sesuai dengan PMK Nomor : 176/PMK.04/2013  yang merupakan perubahan dari PMK 254 tahun 2011, yaitu :

  1.  .          mempunyai Sistem Pengendalian Internal yang baik (laporan hasil audit dari auditor independen)
          2.     memiliki sistem informasi persediaan berbasis  komputer (IT Inventory) untuk pengelolaan barang
          3.  memiliki nature of business berupa badan usaha industri manufaktur,
          4.    memiliki atau menguasai lokasi untuk kegiatan produksi, tempat penimbunan Bahan Baku, dan
        tempat penimbunan Hasil Produksi,
          5.  memiliki Nomor Identitas Kepabeanan (NIK)

           6.   memiliki rencana produksi yang jelas


Sosialisasi Peraturan Kepabeanan 





Tahap kedua :  Melakukan penelitian administratif dan pemeriksaan lapangan
Permohonan NIPER yang diajukan oleh perusahaan kemudian oleh Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk akan dilakukan penelitian terhadap administratif (kelengkapan dan kesesuaian dokumen) dan pemeriksaan lapangan-kunjungan ke perusahaan ( meneliti tentang kesesuaian dokumen asli, keberadaan lokasi perusahaan, dan lain-lain). Kunjungan lapangan ke perusahaan akan dilakukan dengan penanda tanganan berita acara pemeriksaan (BAP).

Tahap ketiga :  Mengambil Keputusan terhadap permohonan NIPER
Kepala Kantor Wilayah atau KPU  akan memberikan keputusan terhadap permohonan NIPER Pembebasan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

Keputusan terhadap permohonan NIPER ada 2 (dua), yaitu :

  1.        Permohonan disetujui
         Dalam hal permohonan  NIPER  disetujui maka Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama                            Menteri menerbitkan NIPER Pembebasan.
          2.  Permohonan ditolak
        Dalam hal permohonan  NIPER  ditolak maka Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat        pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.

Catatan :
Jika Perusahaan yang telah mendapatkan NIPER Pembebasan wajib memasang papan nama yang sekurang-kurangnya berisi data nama perusahaan dan nomor NIPER Pembebasan pada setiap lokasi penimbunan dan setiap lokasi pabrik.


Sumber :
(PMK Nomor : 176/PMK.04/2013  yang merupakan perubahan dari PMK 254 tahun 2011 tentang :  Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, dirakit atu Dipasang Pada Barang Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor )

@rumaheksporimpor.blogspot.com

Senin, 24 Februari 2014

PERATURAN FASILITAS KITE

Peraturan tentang Fasilitas KITE  terkini :

Nomor Peraturan
Jenis Peraturan
UU Nomor :
17 /2006
Perubahan atas undang-undang no. 10 tahun 1995 tentang   kepabeanan
PMK Nomor : 176/PMK.04/2013
Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, dirakit atu Dipasang Pada Barang Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor
PMK Nomor : 177/PMK.04/2013
Pengembalian  Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, dirakit atu Dipasang Pada Barang Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor
Perdirjen BC Nomor :
 PER-04/BC/2014

Tata Laksana Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, dirakit atu Dipasang Pada Barang Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor
Perdirjen BC Nomor :
 PER-05/BC/2014

Tata Laksana Pengembalian Bea Masuk Yang telah dibayar  Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, dirakit atu Dipasang Pada Barang Lain dengan Tujuan Untuk Diekspor

Minggu, 16 Februari 2014

TARIF IMPOR LCL ATAS BIAYA LOCAL CHARGES DI TANJUNG PRIOK

TARIF BATAS ATAS PELAYANAN BARANG DI LINI 2
 ( LOCAL CHARGES) Di TANJUNG PRIOK
Tarif batas atas pelayanan
barang di lini 2
Jenis Kegiatan
Biaya
Volume
Impor:
(per m3 )
  minimal (m3)


Delivery
          200,000
2
Mekanis
          250,000
2
Cargo Shifting
          200,000
2
Surveyor
             25,000
2
Penumpukan
 Rp. 5.000/hari
2
Adminitrasi
 Rp. 50.000/DO
-
Behandle
             20,000
2
Surcharge
             25,000
2



Sumber : 
SK Dirjen Hubla No : KN.42/1/1/DJPL-10   Tanggal :  4 Januari 2010
Diberlakukan sejak : 4 Januari 2010

TARIF IMPOR LCL ATAS BIAYA FORWARDING CHARGES DI TANJUNG PRIOK

TARIF PELAYANAN BARANG LCL
DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK

 TARIF BATAS ATAS LOKAL JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FORWARDING CHARGES)
Tarif batas atas lokal jasa 
pengurusan transportasi
Uraian
Besaran (US$) 
Keterangan
Impor:


Biaya CFS
30
Minimal 2 m3
Biaya DO
50
Per dokumen
Biaya agen
50
Per dokumen
Biaya Dokumen
50
Per dokumen
Biaya administrasi
50
Per dokumen


Ekspor:


Biaya CFS
30
Minimal 2 m3
Biaya pengapalan
harga pasar
Ton/m3
Biaya B/L
20
Per dokumen
Sumber : Dokumen Kesepakatan Bersama 2 Desember 2009
SK Dirjen Hubla No : KN.42/1/2/DJPL-10   Tanggal :  4 Januari 2010
Diberlakukan sejak : 4 Januari 2010


Selasa, 04 Februari 2014

IMPOR BERAS MEDIUM VIETNAM

Analisa Kasus Impor Beras  Vietnam
Oleh : Antoni Tampubolon

Mencuatnya kasus ilegal impor beras Vietnam berawal dari pengakuan pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) kala sejumlah pejabat pemerintahan berkunjung ke pasar itu. Beras impor dari Vietnam  diklaim telah membanjiri pasar dan merusak harga beras di pasaran ( Bisnis Indonesia, 28 Januari 2014, hal.5).
Pertanyaan pokok tentang kasus impor beras medium asal Vietnam ini adalah :
1.      Mengapa  beras medium asal Vietnam  dapat memasuki pasar Indonesia sementara hak untuk mengimpor beras medium hanya dimiliki  oleh Perum Bulog ?
2.      Bagaimana cara  importir “nakal” dapat melakukan importasi beras medium ? Apakah ada mamipulasi dokumen ?
3.      Siapa saja pihak yang bertanggungjawab atas kasus impor beras Vietnam ini ?

MOTIF IMPOR BERAS
Fakta dilapangan ditemukan adalah beras impor yang beredar adalah beras medium Vietnam. Apa motif daripada importir beras “nakal” untuk melakukan impor beras medium tersebut, sementara perijinan impor beras hanya boleh untuk impor beras premium ?
Menurut keterangan Bachrul Chairi, Dirjen Perdagangan Luar Negeri:  Beras khusus (baca : beras premium) untuk jenis Basmati terdapat 50 perusahaan dengan total 1835 ton yang diberi rekomendasi oleh Kementan, sedangkan izin untuk Japonica diberikan kepada 114 importir dengan total 14.977 ton. (Bisnis Indonesia , 28 Januari 2014 hal.5). Keterangan ini menegaskan bahwa perijinan impor yang diberikan adalah impor beras premium (khusus).
Harga beras medium lokal ternyata lebih mahal dibandingkan dengan harga beras premium impor (keterangan dari Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurti dikutip dari media online). Harga termahal beras premium eks Vietnam hanya Rp 8.700/Kg atau setara dengan beras kualitas medium dari dalam negeri. Bahkan beras 'super' eks Vietnam itu hanya dijual Rp 7.000/Kg. "Menurut info, ada yang menjual beras itu (premium) dengan harga murah yaitu Rp 7.000/kg sampai Rp 8.700/kg," ungkap salah satu importir beras yang tak mau disebutkan namanya (Detik Finance, 4 Februari 2014). Harga beras medium lokal  (IR  64-I ) berkisar : Rp. 8700- Rp. 9000
Berdasarkan keterangan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Importir beras melihat peluang dari perbedaan harga antara beras premium impor dengan beras medium lokal. Perbedaan harga ini tentunya adalah  motif  utama  dalam mengimpor beras.
Ada beberapa dugaan sekenario dalam impor beras yang dilakukan oleh importir :
Skenario 1 :  Dokumen dan perijinan impor  beras adalah benar beras premium tetapi fakta barang yang masuk ke Indonesia adalah beras medium .
Skenario 2 : Benar-benar importir  mengimpor beras premium kemudian beras tersebut dicampur dengan beras medium lokal

PROSEDUR IMPOR BERAS
Peraturan tentang impor-ekspor beras dalam Permendag No. 12/2008 yang diperbaharui dengan Permendag No.3/2009, Permendag No. 35/2009 dan terakhir  Permendag No.6 Tahun 2012, diatur dengan tegas bahwa :
1.      Beras yang dapat diimpor untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin dan kerawanan pangan adalah Beras (pos tarif/HS 1006.30.90.00) dengan ketentuan tingkat kepecahan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen) hanya dapat dilaksanakan oleh Perusahaan Umum Bulog . Beras yang diimpor adalah kategori jenis “beras medium”. (Pasal 3 dan Pasal 4 Permendag No.12/2008)
2.       Beras yang dapat diimpor untuk keperluan tertentu yang terkait dengan kesehatan/dietary dan konsumsi khusus/segmen tertentu serta untuk pengadaan benih  hanya dapat dilakukan oleh importir yang telah mendapat persetujuan impor dari Direktur Jenderal  Perdagangan Luar Negeri atas nama Menteri Perdagangan. Beras yang diimpor adalah kategori jenis “beras premium” atau  disebut “beras khusus”. (Pasal 5 Permendag No.12/2008).

Berdasarkan peraturan tersebut, beras impor medium seharusnya tidak boleh masuk ke Indonesia, kecuali dilakukan oleh Perum Bulog.
Bagaimana impor beras medium tersebut bisa masuk ke Indonesia ?
Importir telah mengetahui bahwa untuk mengimpor beras medium dan beras premium tidak dibedakan HS (Harmonized System). Kode HS   beras medium dan beras premium adalah sama berdasarkan BTKI Tahun 2012 (Buku Tarif dan Kepabeanan) yaitu : 1006.30.99.00, disebut dengan istilah kode HS Tunggal. Kode HS tunggal ini diduga salah satu celah  bagi importir untuk melakukan impor beras medium. Importir melihat ada celah dalam melakukan impor barang dengan kode HS tunggal beras premium dan beras medium 
Prosedur impor beras premium adalah importir melakukan pengurusan rekomendasi dari Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian, kemudian mengurus perijinan impor SPI (Surat Persetujuan Impor) dari Direktur Jenderal Perdagagan Luar Negeri. . Setelah surat SPI sudah ditanda tangani, maka importir wajib melaksanan pre-shipment  imspection ( pemeriksaan sebelum muat di pelabuhan muat) dilaksanakan oleh Surveyor Indonesia melalui pemeriksaan laboratorium.  Pada saat beras sudah tiba di pelabuhan di Indonesia, Petugas Bea dan cukai seharusnya melakukan pemeriksaan atas beras impor yang dilakukan oleh importir umum. Petugas Bea dan Cukai tidak melakukan pemeriksaan barang karena sudah ada dokumen LS (Laporan Surveyor). Alasan impor berastidak dilakukan pemeriksaan karena impor beras sudah dilengkapi dengan LS, sehingga termasuk impor kategori low risk.
Beras adalah komiditas sensitif sehingga perlu dilakukan pengawasan dan pemeriksaaan lebih ketat dan teliti sejak pengajuan pengurusan perijinan impor hingga pemasukan barang ke pelabuhan di Pelabuhan di Indonesia.  Pemeriksaan pada saat barang masuk ke Indonesia seharusnya dilakukan apalagi pelaku impor adalah importir umum yang  tergolong sebagai high risk. Beras sudah termasuk sensitive, tetapi pemeriksaan ketat tidak dilakukan.  Hal ini adalah kelemahan utama dalam prosedur impor beras.
Importir nakal melihat celah lemahnya pengawasan dan pemeriksaan dari para petugas dari sejak pengajuan perijinan impor hingga pemasukan barang. Celah tersebut pertama adalah mudahnya mendapatkan perijinan impor beras premium (banyaknya jumlah importir beras premium: 164 perusahaan) sehingga kuota impor beras premium akan mendapatkan kouta dalam dalam jumlah besar, Celah kedua adalah dari sisi   HS Tunggal  antara beras premium dan beras medium, dan celah ketiga adalah kelemahan prosedur pemeriksaan pada saat sebelum barang berangkat hingga  beras tiba di Indonesia. Kelemahan-kelemahan ini menjadi celah bagi importir untuk melakukan penyimpangan terhadap  impor beras medium.
Dugaan skenario yang dilakukan oleh importir “nakal” tersebut adalah besar kemungkinan adalah skenario 1 yaitu :  dokumen dan perijinan impor  beras adalah benar beras premium tetapi fakta barang yang masuk ke Indonesia adalah beras medium. Importir nakal ini dengan sengaja memberikan keterangan palsu di dalam dokumen, bukan manipulasi dokumen.  Antara keterangan di dalam dokumen berbeda dengan fisik barang yang tiba di Indonesia. Importir nakal ini menggunakan kelemahan-kelemahan di petugas-petugas pemeriksaan atau  bisa saja dengan sengaja membujuk atau mengarahkan pejabat atau petugas lapangan untuk tidak melakukan pemeriksaan sehingga impor beras premium yang sebenarnya beras medium tersebut bisa dengan mudahnya masuk ke Indonesia. Tindakan importir nakal ini termasuk kategori tindak pidana penyeludupan pasal 103 ayat d  UU No.17 tahun 2006 tentang Kepabeanan . Tindakan tegas harus diambil dengan mencabut perijinan importir jika terbukti melanggar ketentuan impor beras.
Jika skenario kedua dilakukan importir yaitu: Benar-benar importir  mengimpor beras premium kemudian beras tersebut dicampur dengan beras medium lokal. Skenario ini sebenarnya sah karena sudah melewati segala perijinan dan prosedur kepabeanan. Importir dalam hal ini melihat peluang bisnis yang ada,karena dalam bisnis beras sering dilakukan proses pencampuran beras dari kualitas bagus dengan kualitas medium dengan perbandingan tertentu. Namun, konsumen yang dirugikan atas tindakan importir tersebut.
  
PIHAK BERTANGGUNGJAWAB
Siapa pihak yang bertanggungjawab atas impor beras medium Vietnam ini ?
Importir adalah sebagai pihak yang melakukan importasi dengan melakukan penyimpangan impor dari perijinan yang dikeluarkan adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas impor beras medium Vietnam ini. Importir tersebut telah mengetahui celah-celah dalam melakukan import beras. Namun, importir tentunya tidak akan dapat berbuat banyak tanpa ada pihak lain atau petugas atau pejabat  yang memudahkan impor beras tersebut. Peraturan tentang impor beras harus ditinjau ulang kembali, mulai dari persyaratan menjadi importir beras diperketat, memperketat perijinan rekomendasi dari kementerian pertanian dengan syarat tertentu, memperketat dalam memberikan persetujuan impor (PSI), melakukan pemeriksaan sebelum pengapalan dengan teliti dan tidak mudah dalam memberikan LS (Laporan Surveyor), melakukan pemeriksaan terhadap semua beras impor , khususnya terhadap pelaku importir umum, membedakan jenis HS beras, dan pengawasan setelah impor barang.
Namun, hal –hal diatas adalah tindakan pengamanan  dan pengawasan impor, yang paling penting sebenarnya adalah kebijakan beras, yaitu: menciptakan swasembada pangan beras baik medium dan premium dan kebijakan harga beras.
Berdasarkan analisa diatas dapat disimpulkan bahwa:
Motif perbedaan harga beras menjadi motif importir di dalam melakukan penyimpangan impor beras medium. Celah dari sisi peraturan impor beras, kemudahan mendapatkan perijinan yang dimiliki disertai tanpa ada pemeriksaan impor beras adalah ruang gerak yang memungkinkan importir melakukan tindakan penyimpangan dari apa yang seharusnya beras yang diimpor. Upaya untuk segera merevisi peraturan impor ekspor beras  dan melakukan pengetatan dalam pemeriksaan impor beras adalah tindakan segera yang harus dilakukan, tetapi langkah jangka menengah dan panjang yang harus dilakukan adalah menciptakan swasembada beras dan kebijakan harga beras sehingga kasus impor beras  medium tidak akan terjadi lagi.


* Praktisi  Logistik dan Pengajar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia  (PPEI) dan INFA INSTITUTE.