Tingkat Keberhasilan dalam mengikuti ujian ahli kepabeanan yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan adalah 30-40%. Dari 100 peserta, peluang untuk lulus ujian Ahli Kepabeanan hanya 30-40 orang.
Menjadi pertanyaan penting adalah Bagaimana kiat sukses untuk mengikuti ujian Ahli Kepabeanan ?
Adapun kiat-kiat sukses adalah sebagai berikut :
1. Berdoa sebelum ujian meminta pertolongan Tuhan agar dimudahkan dalam proses ujian tersebut dan mendapatkan hasil yg diinginkan ( YES...Lulus...Amin3x).
2. Mempelajari soal-soal ujian ahli Kepabeanan.
Ujian ahli kepabeanan terbagi 2(dua) bagian besar :
1. Pilihan Ganda 100 Soal
2. Essy Test - Menentukan Klasifikasi Barang (HS Code).
Bobot paling besar dalam ujian ahli kepabeanan adalah dalam Essay Test - Menentukan Klasifikasi Barang (HS Code).
Tips 1 : Mengerjakan pilihan Ganda 100 Soal
Kerjaakan soal-soal pilihan Ganda yang paling mudah dulu kemudian baru ke tingkat soal paling sulit
Tips 2 : Mengerjakan Essy Test - Menentukan Klasifikasi Barang (HS Code).
Kerjakan soal yang terdapat hitungan terlebih dahulu, biasanya Klasifikasi barang nya lebih mudah.
Tips Sukses dalam Menentukan Klasifikasi Barang (HS Code) :
a. Pahami bahwa Buku Klasifikasi (BTKI) terdiri
dari :
25% pertama adalah bahan mentah dari bumi dan isi
nya (hewan, tumbuhan, pasir, batu dan mineral bumi)
25% kedua adalah produk setelah jadi dari barang
25% tadi (barang kimia, kulit hewan, kayu, dan serat dari alam)
25% ketiga adalah produk jadi dari barang
25% kedua (tekstil, sepatu, keramik, Logam)
25% keempat adalah barang jadi produk manufaktur
(mesin, elektronik, instrument, kendaraan, perabotan dan karya seni)
b. Setelah mengetahui kira-2 letak bagian 25% yg
mana, temukan dulu barang yg dicari. Dalam mencari lihat juga nama barangnya
dalam bahasa Inggris, kadang ada soal nama barang nya dalam bahasa Inggris.
c. Apabila tidak ditemukan dalam waktu 5 menit,
tinggalkan dan kerjakan soal berikutnya. Kalau ketemu barang yg dicari, urutkan
ke atas berdasarkan sistem takik nya, dari jumlah takik terbanyak ke jumlah
takik terkecil. Pastikan anda menuliskan angka di depan setiap takik walaupun
kadang tidak tertulis di BTKI.
d Setelah, sampai ke uraian judul Bab dan judul
Bagian, cari catatan-2 yang berhubungan dengan barang yg dicari. Jangan terlalu
fokus mencari catatan juga, karena tidak menuliskan catatan, hanya mengurangi
nilai, bukan membatalkan nilai keseluruhan.
e. Tuliskan singkat saja judul Bagian, Bab,
catatan dan uraian barang. Tuliskan kata yg berhubungan dengan barang yg di
cari, bagian depan dan belakang kata tab bisa diisi ".... dst"
f. Sebelum menulis Kesimpulannya, periksa kembali
apakah urutan dari alasan dan uraian sudah benar,termasuk urutan takik (tidak
melompat).
(sumber CBM Institute)
3. Periksa kembali jawaban Anda sebelum ujian berakhir
Selamat mengikuti ujian ahli kepabeanan ...Semoga lulus ujian ahli kepabeanan tersebut... <<<<<<SEKALI UJIAN.....LANGSUNG LULUS>>>
RUMAH EKSPOR IMPOR
Rabu, 26 Oktober 2016
Jumat, 18 Maret 2016
TARIK ULUR PERIJINAN FORWARDER DAN LOGISTIK DI INDONESIA - (Bagian ke-2)
Sesuai
data ALFI (Asosiasi Logistik dan
Forwarder Indonesia) hingga Maret 2015, jumlah perusahaan yang menjadi anggota
ALFI mencapai 3800 perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia yang
memperkerjakan sekitar 178.000 orang karyawan tetap. 90% dari perusahaan terdaftar tersebut tidak akan mampu memenuhi aturan modal dasar sebesar 25 Miliar , oleh karena
perusahaan adalah tergolong Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan akan
terancam 534.000 orang kehilangan pendapatannya , Menurut Anwar Sata, Wakil
Ketua Bidang Organisasi DPP Asosisasi Logistik dan Forwarder Indonesia1
Atas
keberatan dari Organisasi ALFI tersebut, maka PM 74 Tahun 2015 dirubah dengan
PM 78 Tahun 2015 pada pasal 6 ayat 4, diubah dengan penambahan satu huruf di pasal 6 ayat 4, yaitu : huruf i
Isi
PM 78 Tahun 2015, Pasal 6 ayat 4 menjadi :
(4)
Persyaratan adminitrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, meliputi
a. memiliki akte pendirian perusahaan
b.
memiliki nomor pokok wajib pajak perusahaan
c.
memiliki Surat Keterangan Domisili Perusahaan
d.
memiliki penanggungjawab
e.
memiliki modal dasar paling sedikit Rp. 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar),
paling sedikit 25% dari modal dasar harus ditempatkan dan disetor penuh dengan
bukti penyetoran yang sah atau diaudit oleh kantor akuntan publik
f.
Tenaga ahli WNI (Warga negara Indonesia), minimum DII di bidang
Pelayaran/Maritim/Penerbangan/Transportasi/IATA Diploma/FIATA Diploma, S1
Logistik sertifikat ahli Kepabenan/Kepelabuhan
g.
memiliki surat keterangan domisili perusahaan
h.
memiliki surat rekomendasi/pendapat tertulis dari Penyelenggara pelabuhan
setempat, serta asosisasi di bidang Jasa Pengursan Transportasi
i.
bagi badan usaha yang memiliki modal
lebih kecil sebagaimana tercantum pada ayat 4 huruf e, wajib memperoleh surat
pernyataan/persetujuan dari asosiasi di bidang Jasa Pengurusan Transportasi
sebagai jaminan untuk perusahaan atau badan hukum beroperasi.
Dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan kemudian ,
kembali terjadi perubahan pada pasal 6 ayat 4 , yaitu dengan dikeluarkannya PM
146 Tahun 2015.
Pada
PM 146 Tahun 2015 yang merupakan perubahan kedua dari PM 74 tahun 2015, Pasal 6 ayat 4 diubah dengan penghapusan satu huruf di pasal 6 ayat 4, yaitu : huruf i
Penulis
menduga ada tarik ulur perijinan
forwarder di Indonesia antara pemerintah (Kementerian Perhubungan) dengan Asosiasi Jasa Pengurusan Transportasi,
terkait : persyaratan modal dasar dalam
mendirikan perusahaan forwarder. Pemerintah terlihat memaksakan aturan terkait modal dasar pendirian perusahaan
forwarder dan logistik, yaitu : sebesar
25 Miliar. Pemerintah seakan menutup mata dengan tidak melihat fakta di
lapangan bahwa pelaku forwarder dan logistik di Indonesia adalah 90% adalah kelas UMKM. Pertanyaan
kritis, apakah pemerintah benar-benar pro UMKM dengan pemaksaan peraturan tersebut ? Kenapa
peraturan tersebut terkesan dipaksakan harus diterapkan ?
Dan
tarik ulur ini menjadi nyata dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak PM 146 tahun 2015 diterbitkan .
Peraturan tersebut dirubah lagi untuk
yang ketiga kalinya, terkait pasal 6
ayat 4 , yaitu dengan terbitnya PM 12
Tahun 2016 pada tanggal 18 Januari 2016. Peraturan
yang dirubah adalah pasal 6 ayat 4 , yaitu : penambahan
kembali satu huruf di pasal 6 ayat
4, yaitu : huruf i . Dimana Isi Pasal 6 ayat 4 PM 12 Tahun 2016 kembali lagi
sesuai dengan PM 78 Tahun 2015.
Berdasarkan
penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan : diduga telah terjadi tarik ulur
antara pemerintah dengan asosiasi jasa pengurusan Transportasi (dalam hal ini
ALFI) terkait persyaratan modal dasar dalam mendirikan usaha jasa pengurusan
transportasi. Pemerintah terkesan memaksakan kehendak dengan membuat aturan
modal dasar harus 25 Miliar, sedangkan Asosiasi jasa pengurusan transportasi
meminta agar diberikan keringanan bagi pemodal kecil tapi dengan membuat
syarat, yaitu : wajib memperoleh surat pernyataan/persetujuan dari asosiasi di bidang
Jasa Pengurusan Transportasi sebagai jaminan untuk perusahaan atau badan hukum
beroperasi.
Menurut
pendapat penulis tentang peraturan PM 74
Tahun 2015 sebagaimana telah tiga kali diubah terakhir dengan PM 12 Tahun 2016
adalah:
1. Peraturan
PM 74 Tahun 2015 tidak memenuhi rasa keadilan dalam berusaha . Fakta
bahwa 90% (Sembilan puluh persen) pelaku
usaha jasa pengurusan transprotasi adalah UMKM, sedangkan ruang lingkup
kegiatan jasa pengurusan transportasi sangat luas. Masing-masing jasa
pengurusan transportasi mempunyai ruang lingkup yang berbeda dalam menjalankan usahanya.
Ada perusahaan yang ruang lingkup jasa pengurusan transportasi dalam skala
kecil dan sempit, misal: hanya pengurusan Jasa Pengurusan Jasa kepabeanan
(PPJK) saja, akan tetapi ada juga skala
perusahaan yang sudah mampu melakukan urusan jasa logistik (skala besar).
Sedangkan, persyaratan modal dasar antara perusahaan jasa pengurusan
transportasi dengan ruang lingkup kegiatan kecil dan besar di sama ratakan,
yaitu sebesar 25 Miliar. Hal ini
menunjukkan bahwa Pemerintah tidak
pro terhadap pengusaha kecil.
2. Peraturan
PM 74 Tahun 2015 tidak mendorong tumbuhnya wirausaha baru. Peraturan tersebut
akan menghambat munculnya pengusaha-pengusaha baru dalam bidang jasa pengurusan
transportasi dengan adanya pembatasan modal dasar yang berat sebesar 25 Miliar.
Pemerintah tidak pro menciptakan
wirausaha baru.
3. Pemerintah,
dalam hal Kementerian Perhubungan terkesan hanya mementingkan perusahaan skala besar, namun seolah meniadakan perusahaan skala kecil. Tidak ada upaya pemerintah dalam
memikirkan strategi dalam mendorong tumbuhnya pelaku UMKM dalam kegiatan jasa pengurusan transportasimenjadi
pelaku besar di masa yang akan datang.
4. Asosiasi jasa pengurusan transportasi memang berhasil agar bagi badan usaha yang memiliki
modal lebih kecil dapat memperoleh kelonggaran untuk mendapatkan perijinan jasa
pengurusan transportasi, hal ini jelas terlihat dalam PM 12 Tahun 2016
sebagaimana perubahan ketiga dari PM 74 Tahun 2015. Namun, Asosiasi jasa pengurusan transportasi terkesan tidak ada upaya serius dalam
memperjuangkan kepentingan anggota yang skala UMKM yang besarnya 90% tersebut,
dengan menolak dengan tegas aturan terkait persyaratan modal dasar 25 Miliar
dengan memberikan alasan-alasan yang kuat dan logis dengan memberikan solusi ,
namun dan jika memang tidak didengarkan lagi
dapat melakukan upaya mogok nasional agar peraturan
pembatasan modal dasar 25 Miliar dapat dicabut. Berharap asosiasi juga tidak
serta merta mendulang di air keruh
dengan membuat aturan-aturan internal yang dapat memberatkan anggotanya.
Saran dan Penutup
Penulis
memberikan masukan dan saran agar bahwa
peraturan PM 74 Tahun 2015 peraturan
sebagaimana telah tiga kali diubah terakhir dengan PM 12 Tahun 2016
dapat ditinjau ulang kembali dan diharapkan dicabut,
dengan tujuan agar rasa terpenuhi rasa keadilan dalam melakukan usaha di bidang
jasa pengurusan transportasi.
Ditulis oleh : Antoni Tampubolon
*
Pengajar di ALFI Institute dan Praktisi Forwarder dan logistik.
1) Sumber : http://news.viva.co.id/nusantara/sinar-harapan/150409033-alfi-keberatan-persyaratan-modal-dasar-rp-25-miliar
TARIK ULUR PERIJINAN FORWARDER DAN LOGISTIK DI INDONESIA - (Bagian ke-1)
Kementerian
Perhubungan telah menerbitkan peraturan terbaru tentang Penyelenggaraan dan
Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi . Istilah Jasa Pengurusan Transportasi
(JPT) dalam praktek di Indonesia adalah
Freight forwarder, sering disingkat dengan kata Forwarder, dan sekarang dikenal
dengan istilah perusahaan logistik. Perijinan forwarder dan logistik di
Indonesia diatur di dalam perijinan jasa
pengurusan transportasi.
Peraturan terbaru terkait perijinan usaha
forwader dan logistik di Indonesia
adalah : Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 74 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi.
Peraturan
lama terkait perijinan forwarder tersebut adalah Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor KM 10 Tahun 1988 tentang Jasa Pengurusan Transportasi dengan perubahannya
Keputusan Menteri Perhububungan Nomor KM 10 Tahun 2009.
Menarik
untuk dicermati, bahwa dalam waktu kurang dari 12 bulan, peraturan terkait
perijinan forwarder di Indonesia tersebut telah mengalami perubahan selama 3 (tiga)
kali.
Peraturan
terbaru terkait perijinan forwader di Indonesia adalah :
Tabel 1: Peraturan Perijinan
Forwarder di Indonesia
No.
|
Nomor Peraturan
|
Tentang
|
1.
|
Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 74 Tahun 2015
(PM 74 Tahun 2015), Tanggal : 9 April 2015
|
Penyelenggaraan
dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi
|
2.
|
Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 78 Tahun 2015
(PM 78 Tahun 2015), Tanggal : 22 April 2015
|
Perubahan Atas PM 74 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi
|
3.
|
Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 146 Tahun 2015
(PM 146 Tahun 2015), Tanggal : 1 Oktober 2015
|
Perubahan Kedua Atas PM 74 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan
dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi
|
4.
|
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12
Tahun 2016
(PM 12
Tahun 2016), Tanggal : 18 Januari 2016
|
Perubahan
Ketiga Atas PM 74 Tahun 2015
Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi
|
Berdasarkan
hasil penelitian terhadap peraturan tersebut, bahwa perubahan yang sering kali
dirubah adalah terhadap pasal 6 ayat 4. Pasal 6
adalah pasal terkait persyaratan perijinan forwarder & logistik.
Dari sejak peraturan PM 74 Tahun 2015 diterbitkan telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan isi peraturan, dimana
yang terakhir adalah peraturan PM 12 Tahun 2016 .
Isi
PM 74 Tahun 2015 , Pasal 6 ayat 4 :
(4)
Persyaratan adminitrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, meliputi
a. memiliki akte pendirian perusahaan
b.
memiliki nomor pokok wajib pajak perusahaan
c.
memiliki Surat Keterangan Domisili Perusahaan
d.
memiliki penanggungjawab
e.
memiliki modal dasar paling sedikit Rp.
25.000.000.000 (dua puluh lima miliar), paling sedikit 25% dari modal dasar
harus ditempatkan dan disetor penuh dengan bukti penyetoran yang sah atau
diaudit oleh kantor akuntan publik
f.
Tenaga ahli WNI (Warga negara Indonesia), minimum DII di bidang
Pelayaran/Maritim/Penerbangan/Transportasi/IATA Diploma/FIATA Diploma, S1
Logistik sertifikat ahli Kepabenan/Kepelabuhanan
g.
memiliki surat keterangan domisili perusahaan
h.
memiliki surat rekomendasi/pendapat tertulis dari Penyelenggara Pelabuhan
setempat, serta asosisasi di bidang Jasa Pengursan Transportasi
Jika
dibandingkan dengan peraturan lama, KM 10 Tahun 1988 pasal 7 :
Izin
usaha Jasa Pengurusan Transportasi diberikan kepada perusahaan berbadan hukum
Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk
kegiatan Jasa Pengurusan Transportasi tersebut dan mematuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. harus memiliki modal disetor sebesar Rp. 200.000.000; (dua ratus juta rupiah );
b. saham-saham perusahaan seluruhnya harus
dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan
atau badan hukum Indonesia.
Perbandingkan
persyaratan modal disetor dalam mendirikan perusahan jasa pengurusan
transportasi (forwader) dari peraturan lama KM 10 Tahun 1988 dibandingkan
dengan PM 74 Tahun 2015 adalah sebesar : 3125% (Tiga Ribu Seratus Dua puluh lima persen)
kali. Kenaikan persyaratan modal disetor tersebut sangat signifikan.
Persyaratan
modal dalam mendirikan perusahaan jasa pengurusan transportasi dengan modal dasar paling sedikit Rp.
25.000.000.000 (Dua puluh lima miliar), paling sedikit 25% dari modal dasar
harus ditempatkan dan disetor penuh, jelas sangat memberatkan dunia usaha di
Indonesia.
* Ditulis oleh : Antoni Tampubolon
Pengajar di ALFI Institute dan Praktisi Forwarder dan logistik.
Kamis, 10 Maret 2016
Jadwal Sertifikasi Ekspor Impor tanggal : 18 Maret 2016
Dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan Perdagangan Bebas, Para tenaga kerja dibidang ekspor impor perlu memiliki kompetensi kerja di bidang ekspor impor. Lembaga Sertifikasi Profesi Ekspor Impor Indonesia (LSP EII) adalah lembaga resmi yang telah terlisensi oleh BNSP yang diberikan wewenang untuk melaksanakan sertifikasi dibidang ekspor impor.
Sehubungan hal diatas, kami sampaikan bahwa LSP Ekspor Impor Indonesia (EII) akan menyelenggarakan uji kompetensi yang akan dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal
|
:
|
Jumat, 18 Maret 2016
|
Waktu
|
:
|
09.00 WIB - selesai
|
Tempat
|
:
|
Tempat Uji Kompetensi (TUK) LSP EII
Jl. S. Parman No. 112 Grogol Jakarta Barat
|
Target peserta
|
:
|
30 orang
|
Skema Sertifikasi
|
:
|
Level 1 (Asisten Pelaksana Ekspor)
Level 2 (Pelaksana Ekspor)
Level 3 (Penata Ekspor)
|
Biaya / peserta
|
:
|
Level 1 : Rp. 500.000,- (Umum) dan Rp. 300.000,- (Mahasiswa)
Level 2 : Rp. 700.000,- (Umum) dan Rp. 500.000,-(Mahasiswa)
Level 3 : Rp. 700.000,- (Umum) dan Rp. 500.000,-(Mahasiswa)
|
Sehubungan kegiatan tersebut, kami mengajukan Penawaran Kerjasama Program Sertifikasi untuk merekrut peserta uji kompetensi dari kalangan Asosiasi, Eksportir, dan Dinas Tenaga Kerja.
Pendaftaran terakhir Hari/Tanggal: Rabu, 2 Maret 2016.
Keterangan lebih lanjut Hubungi : - 021-5674229 (LSP EII)
- 083896020574 (Margie)
Demikian, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih
Panitia Uji Kompetensi
LSP Ekspor Impor Indonesia.
===============================================
SKEMA SERTIFIKASI
Level I (Asisten Pelaksana Ekspor) :
Unit dan Kompetensi :
1) PDB.EI.01.001.01 : Menerapkan K3 di tempat kerja
2) PDB.EI.01.002.01 : Menerapkan tugas rutin di bidang ekspor-impor
3) PDB.EK.02.001.01: Melakukan Identifikasi komoditi Ekspor
4) PDB.EK.02.002.01: Melakukan Identifikasi negara tujuan ekspor
5) PDB.EK.02.003.01: Mengaplikasikan ketentuan dan prosedur ekspor
6) PDB.EK.02.004.01: Melakukan promosi dan strategi pemasaran ekspor
7) PDB.EI.03.001.01: Menerapkan regulasi dan kebijakan pemerintah di bidang ekspor impor
8) PDB.EI.03.002.01 : Menerapkan regulasi dan kebijakan pemerintah di bidang kepabeanan
Level II (Pelaksana Ekspor) :
Unit dan kompetensi :
1) PDB.EI.01.001.01 : Menerapkan K3 di tempat kerja
2) PDB.EI.01.003.01 : Menerapkan mutu pelayanan dengan mitra usaha
3) PDB.EK.02.005.01: Melakukan negosiasi ekspor
4) PDB.EK.02.006.01: Menentukan jenis-jenis pembayaran ekspor
5) PDB.EK.02.007.01: Menghitung biaya ekspor
6) PDB.EK.02.008.01: Membuat sales contract
7) PDB.EI.03.003.01:Menerapkan regulasi dan kebijakan pemerintah dibidang pengangkutan
8) PDB.EI.03.004.01: Menerapkan regulasi dan kebijakan pemrintah dibidang pembayaran
Level III (Penata Ekspor) :
Unit dan kompetensi :
1) PDB.EI.01.001.01 : Menerapkan K3 di tempat kerja
2) PDB.EI.01.005.01 : Mengemas barang ekspor
3) PDB.EI.01.006.01 : Memasarkan barang ekspor ke luar Negeri
4) PDB.EK.02.009.01: Mengenal syarat dan kondisi LC
5) PDB.EK.02.010.01: Mempersiapkan barang ekspor
6) PDB.EK.02.011.01: Melakukan prosedur pengangkutan barang ekspor
7) PDB.EK.02.012.01: Mengurus pengiriman barang ekspor ke pelabuhan
8) PDB.EI.03.005.01 : Menerapkan Regulasi dan kebijakan pemerintah di bidang GATT-WTO
9) PDB.EI.03.006.01 : Menerapkan regulasi dan kebijakan pemerintah di bidang WCO
Minggu, 06 Maret 2016
KONSULTASI EKSPOR - IMPOR, LOGISTIK DAN TRANSPORTASI
Jika ada pertanyaan seputar ekspor-impor, logistik dan transportasi, Para blogger bisa menyampaikan secara tertulis melalui email :
Email : antonitampubolon@gmail.com
Format standar email :
Judul email :
Konsultasi - (.....Ekspor/Impor/Logistik/Transportasi*..)
* pilih salah satu
Semoga konsultasi ini dapat memberikan solusi terhadap permasalahan seputar ekspor-impor, logistik dan transportasi.
Salam,
Antoni Tampubolon
Rabu, 02 Maret 2016
CATATAN KRITIS PEMBERLAKUAN TARIF BARU JASA PENUMPUKAN PETI KEMAS DI TANJUNG PRIOK BERLAKU 1 MARET 2016
PT.Jakarta
International Container Terminal (JICT) telah menerbitkan surat keputusan Direksi tentang
penyesuaian tarif jasa peti kemas di PT.Jakarta International Container
Terminal. SK Direksi adalah HK.560/1/3/JICT-2016 tanggal: 26 Februari 2016 . Tarif baru
berlaku sejak 1 Maret 2016.
Catatan Kritis terhadap pemberlakuan tarif baru tersebut adalah :
1. Tarif jasa penumpukan peti kemas di Tanjung Priok tidak mengenal lagi istilah : Masa 1 , Masa 2 dst, tetapi perhitungan sudah langsung berdasarkan hari, dimana penumpukan free di Tanjung Priok hanya berlaku hari ke-1 sejak barang bongkar dari kapal. Hari ke-2 sudah berlaku tarif jasa penumpukan sebesar 900% dari tarif dasar.
2. Batas waktu penumpukan petikemas impor di Terminal paling lama 3 (tiga) hari sejak barang ditumpuk dilapangan penumpukan, jika lebih akan dipindahkan ( Di OB). Artinya : Capaian Dwelling Time pasti terpenuhi dari sisi Operator Terminal, Tetapi Biaya logistik akan bertambah. Karena pemilik barang akan menimbulkan biaya tiga kali yaitu : pertama: biaya penumpukan di terminal, kedua : biaya pemindahan petikemas keluar ke terminal lain (OB), dan ketiga : biaya penumpukan di luar. terminal. Rata-rata penyelesaian kepabeanan , penyelesaian urusan pengeluaran barang dari terminal hingga barang selesai adalah hari ke-4 ( kondisi jalur hijau). Kemungkinan besar : Jumlah petikemas yang akan dipindahkan dari terminal peti kemas ke luar terminal peti kemas akan sangat besar sekali.
3. Bagaimana kesiapan monitoring dan pengawasan barang yang telah keluar dari terminal pindah ke terminal lain dengan keluar masuk dengan jumlah sangat besar sekali tersebut ? (Custom Risk)
4. Kesiapan lokasi penumpukan diluar terminal lain, apakah pola operasional bisa berlaku 24 jam ? Jika tidak, maka operasional kerja dalam pengeluaran petikemas akan terbatas, sehingga dapat menimbulkan kemecatan pada jam-jam siang dan sore hari. (Operational Risk)
D. Kesimpulan
Capaian Dwelling Time pasti akan tercapai (Target Presiden Jokowi kurang dari 4 hari), namun akan meningkatkan biaya logistik . Sedangkan Pemerintah mendorong agar biaya logistik rendah dengan capaian Dwelling Time rendah. Paradigma mencapai dwelling time dengan menaikkan tarif jasa penumpukan peti kemas dan pembatasan sepihak, bahwa petikemas harus keluar dari terminal peti kemas dengan hari ke-4 adalah tidak tepat dan bukan solusi tetapi akan menambah permasalahan baru. Pemerintah sepatutnya mengevaluasi peraturan yang telah diberlakukan tersebut .Oleh : Antoni Tamubolon
TARIF JASA PENUMPUKAN PETI KEMAS DI TANJUNG PRIOK BERLAKU 1 MARET 2016
TARIF BARU JASA PENUMPUKAN PETI KEMAS DI TANJUNG
PRIOK
BERLAKU
1 MARET 2016
PT.Jakarta
International Container Terminal (JICT) mengeluarkan surat keputusan Direksi tentang
penyesuaian tarif jasa peti kemas di PT.Jakarta International Container
Terminal. SK Direksi adalah HK.560/1/3/JICT-2016 tanggal: 26 Februari 2016 . Tarif baru
berlaku sejak 1 Maret 20161)
Adapun tarif yang berlaku adalah sebagai berikut :
A.
TARIF LAMA
Tarif
Lama berdasarkan SK Direksi Pelindo II tahun 2008
TARIF
PENUMPUKAN
|
20’
|
40’
|
TARIF
DASAR PENUMPUKAN (TDP)
|
Rp.
27.200
|
Rp.
54.400
|
MASA
PENUMPUKAN
|
|
|
MASA BEBAS : 1-3 HARI
|
GRATIS
|
GRATIS
|
MASA
II : 4-10 HARI
|
200%
X TDP
|
200%
X TDP
|
MASA
III : 11 HARI – SETERUSNYA
|
400%
X TDP
|
400%
X TDP
|
B. TARIF BARU
Tarif baru berdasarkan SK Direksi PT.Jakarta
International Container Terminal dengan nomor : HK.560/1/3/JICT-2016 tanggal: 26 Februari 2016
TARIF
PENUMPUKAN
|
20’
|
40’
|
TARIF
DASAR PENUMPUKAN (TDP)
|
Rp.
27.200
|
Rp.
54.400
|
Hari
Ke-1 Tidak dikenakan tarif pelayanan jas penumpukan peti kemas
|
|
|
Hari
ke-2 dan seterusnya dihitung
perharinya sebesar 900% dari tariff dasar
|
|
|
- Tarif pelayanan jasa penumpukan petikemas (TPJPP) dengan ukuran lebih dari 40’ dikenakan
tambahan 25% (dua puluh lima persen)
dari tariff dasar jasa penumpukan peti kemas 40’
C.
Perhitungan Pinalti
Tarif
pelayanan jasa penumpukan peti kemas impor yang telah selesai proses
kepabeananya (telah terbit Surat Persetujuan Pengeluaran Barang-SPPB) dikenakan
ketentuan :
1) SPPB
terbit setelah menumpuk dilapangan :
a). SPPB yang terbit pada hari Senin,
Selasa, Rabu, Kamis setelah hari ke-2 (ke-dua) sejak tanggal penerbitan SPPB,
dikenakan tambahan tariff sebesar 200% (dua ratus prosen) dari tarif yang
dikenakan
b). SPPB yang terbit pada hari Jumat dan
Sabtu, setelah hari ke-3 (ke-tiga) sejak tanggal penerbitan SPPB, dikenakan
tambahan sebesar 200% (dua ratus prosen)
dari tarif yang dikenakan
c. SPPB yang terbit satu hari sebelum
hari libur nasional, setelah hari ke-3 (ke-tiga) sejak tanggal penerbitan SPPB,
dikenakan tambahan sebesar 200% (dua ratus prosen) dari tariff yang dikenakan
saat itu
d). Terhadap peti kemas yang telah
terbit SPPB, dan tidak dikeluarkan setelah hari ke-3 (ke-tiga) oleh pemilik
barang, maka terminal akan memindahkan petikemas tersebut setelah melaporkan
kepada Otoritas Pelabuhan
Segala biaya yang timbul atas kegiatan tersebut
menjadi beban pemilik barang.
2. SPPB terbit sebelum
kegiatan bongkar
a.
Setelah hari ke-3 (ke-tiga) sejak peti kemas menumpuk di lapangan, dikenakan
tambahan sebesar 200% (dua ratus prosen) dari tariff yang dikenakan saat itu
b). Setelah hari ke-3 ke-tiga) sejak peti kemas menumpuk
di lapangan dan tidak dikeluarkan oleh pemilik barang, maka terminal akan
memindahkan petikemas tersebut setelah melaporkan kepada Otoritas Pelabuhan
Segala biaya yang timbul atas kegiatan tersebut menjadi beban pemilik barang.
Segala biaya yang timbul atas kegiatan tersebut menjadi beban pemilik barang.
3. Tarif pelayanan jasa
penumpukan petikemas impor yang telah terbit Surat Pengeluaran Petikemas (SP2)
, dikenakan dengan ketentuan sebagai berikut :
1). SP2 terbit setelah menumpuk di lapangan:
Setelah hari ke-2 (ke-dua) setelah
tanggal penerbitan SP2, dikarenakan tambahan sebesar 300% (tiga ratus prosen)
dari tariff yang dikenakan saat itu
2. Untuk Partai Besar
diatas 30 Box per B/L :
Setelah hari ke-4 (ke-empat) sejak tanggal
penerbitan SP2, terhadap sisa petikemas yang belum dikeluarkan dikenakan
tambahan sebesar 300% (tiga ratus prosen) dari tariff yang dikenakan saat itu.
D.
Batas Penumpukan barang di Terminal
Sesuai
dengan pasal II SK Direksi HK.560/1/3/JICT-2016
, diatur:
1) Batas
waktu penumpukan petikemas impor di Terminal paling lama 3(tiga) hari kerja
sejak barang ditumpuk di lapangan penumpukan
2) Apabila
pemilik barang/kuasanya tidak memindahkan barang yang melewati batas waktu
sebagaimana butir 1 diatas, maka hari ke-4 (ke-empat) Operator terminal akan
memindahkan petikemas tersebut dari terminal ke tempat lain di luar terminal
setelah melaporkan kepada Otoritas Pelabuhan dan segala biaya yang timbul
dibebankan kepada pemilik barang/kuasanya.
E.
Catatan kritis terhadap pemberlakuan peraturan
tarif baru tersebut :
1. Tarif
jasa penumpukan peti kemas di Tanjung Priok tidak mengenal lagi istilah : Masa 1 , Masa 2 dst, tetapi perhitungan
sudah langsung berdasarkan hari, dimana penumpukan free di Tanjung Priok hanya berlaku
hari ke-1 sejak barang bongkar dari kapal. Hari ke-2 sudah berlaku tarif jasa
penumpukan sebesar 900%.
2. Batas
waktu penumpukan petikemas impor di Terminal paling lama 3 (tiga) hari sejak
barang ditumpuk dilapangan penumpukan, jika lebih akan dipindahkan ( Di OB).
Artinya : Capaian Dwelling Time pasti terpenuhi dari sisi Operator Terminal,
Tetapi Biaya logistik akan bertambah. Karena pemilik barang akan menimbulkan
biaya tiga kali yaitu : pertama: biaya penumpukan di terminal, kedua : biaya pemindahan petikemas keluar ke
terminal lain (OB), dan ketiga : biaya penumpukan di luar. terminal. Rata-rata penyelesaian kepabeanan , penyelesaian urusan pengeluaran barang dari
terminal hingga barang selesai adalah hari
ke-4 ( kondisi jalur hijau). Kemungkinan besar : Jumlah petikemas yang akan
dipindahkan dari terminal peti kemas ke luar terminal peti kemas akan sangat besar sekali.
3. Bagaimana
kesiapan monitoring dan pengawasan barang yang telah keluar dari terminal
pindah ke terminal lain dengan keluar masuk dengan jumlah sangat besar sekali
tersebut ? (Custom Risk)
4. Kesiapan
lokasi penumpukan diluar terminal lain, apakah pola operasional bisa berlaku 24
jam ? Jika tidak, maka operasional kerja dalam pengeluaran petikemas akan
terbatas, sehingga dapat menimbulkan
kemecatan pada jam-jam siang dan sore hari. (Operational Risk)
D. Kesimpulan
Capaian Dwelling Time pasti akan tercapai
(Target Presiden Jokowi kurang dari 4 hari), namun akan meningkatkan biaya
logistik . Sedangkan Pemerintah mendorong agar biaya logistik rendah dengan
capaian Dwelling Time rendah. Paradigma mencapai dwelling time dengan menaikkan
tarif jasa penumpukan peti kemas dan
pembatasan sepihak, bahwa petikemas harus keluar dari terminal peti kemas
dengan hari ke-4 adalah tidak tepat dan bukan solusi tetapi akan menambah permasalahan
baru. Pemerintah sepatutnya mengevaluasi
peraturan yang telah diberlakukan tersebut .
Langganan:
Postingan (Atom)